Part 21 Bahagiaku Tak Hanya Kamu
Hari ini adalah, hari pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia bagi Riris dan Dani, kini berubah menjadi tragedi yang menyayat hati. Riris berdiri di depan gedung pernikahan, matanya berkaca-kaca menatap gedung megah yang dihiasi dengan bunga-bunga putih. Di sana, Dani tengah menikahi Luna, sekretarisnya yang juga menjadi kekasih barunya atau bisa dibilang selingkuhannya.
“Eh, ternyata kamu dateng?” sindir Luna.
“Iya,” jawab Riris pelan.
“Udah ganti aja cowoknya, murahan ya?” olok Luna sinis.
“Haha, murahan itu ciuman sama cowok orang,” jawab Riris tak mau kalah.
“Udah, Ris! Ayo ke sana,” ajak Arif pada Riris.
Riris datang bersama Arif, lelaki yang kini setia mendampinginya. Arif berusaha untuk menghibur Riris, tetapi Riris masih merasa sangat sedih dan kecewa. Anehnya Riris tetap ingin menghadiri acara itu meskipun hatinya pasti tersakiti.
Acara demi acara terlaksana dengan meriah, hingga acara lempar bunga dimulai, semua tamu undangan menoleh dan bersiap untuk menangkap buket bunga yang dilempar oleh Luna dan Dani. Riris, yang sedang berdiri sambil melamun, tanpa sadar menangkap buket bunga itu. Seolah takdir mempermainkan, Riris yang seharusnya menjadi pengantin wanita, kini memegang buket bunga pernikahan Dani dan Luna.Arif, yang melihat kekecewaan di mata Riris, mencoba untuk menghiburnya. “Ris, katanya tadi mau kuat. Ini bukan akhir dari segalanya. Kamu masih punya banyak kesempatan untuk bahagia,” kata Arif dengan lembut.
Namun, Riris mencoba menahan air matanya, meskipun merasa sangat sakit hati. Dani telah mengkhianati cintanya dan memilih untuk menikahi wanita lain. Riris merasa bahwa dia telah kehilangan segalanya.
Di tengah kesedihan Riris, Arif tiba-tiba berlutut di hadapannya. “Riris, aku mencintaimu. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada untukmu. Maukah kamu menikah denganku?” tanya Arif dengan penuh harap.
Riris terdiam sejenak, matanya menatap Arif dengan penuh keraguan. Dia tidak bisa membayangkan untuk memulai hidup baru dengan orang lain, apalagi di saat dia masih sangat terluka. Namun, orang di sekitar malah berteriak dan meminta agar Riris menerima lamaran itu.
“Maaf, Arif. Aku nggak bisa,” jawab Riris dengan suara gemetar.
Arif terlihat kecewa, tetapi dia tetap berusaha untuk mengerti. “Nggak apa-apa, Ris. Aku akan selalu ada untukmu. Kapan pun kamu siap, aku akan selalu menunggumu.”
Riris mengangguk pelan, lalu berbalik dan berlari meninggalkan gedung pernikahan. Dia tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia merasa sangat sedih dan kecewa. Riris berlari hingga sampai di sebuah taman yang sepi. Dia duduk di bangku taman, menangis sejadi-jadinya.
Arif mengikuti Riris dari belakang. Dia melihat Riris menangis dan merasa sangat iba. Dia ingin menghibur Riris, tetapi dia tahu bahwa Riris membutuhkan waktu untuk sendiri. Arif hanya bisa duduk di samping Riris, memberikan dukungan tanpa kata-kata.
Suatu hari, Arif mengajak Riris untuk pergi ke sebuah panti asuhan di mana Arif menjadi donatur di sana. Arif tahu bahwa Riris sangat peduli dengan anak-anak, dan dia berharap bahwa dengan mengunjungi panti asuhan, Riris bisa merasakan kebahagiaan dan kepuasan.
Riris awalnya ragu, “Aku agak ragu, Rif. Takutnya aku malah nggak bisa menghibur mereka,” gumamnya.
Namun, Arif meyakinkannya, “Santai aja, Ris. Kamu baik hati, kehadiranmu saja sudah cukup. Lagipula, aku ada di sini kok.”
Riris pun mengangguk, berharap bisa mengatasi keraguannya.
Saat mereka tiba di panti asuhan, Riris disambut dengan anak-anak yang berlarian dan bermain di halaman.
Sebuah bangunan berwarna cerah, dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan dan gambar berwarna-warni yang dibuat oleh anak-anak yang tinggal di sana. Saat Riris melangkah masuk ke dalam, ia disambut oleh lautan senyuman dari anak-anak, wajah mereka dipenuhi dengan kegembiraan dan kegembiraan.
Riris ditawari secangkir teh hangat, kehangatan cangkir dan rasa teh yang menenangkan jiwanya. Dia bisa merasakan manisnya susu yang lembut dan kehangatan teh yang menyebar kebahagiaan.
Suara tawa dan nyanyian memenuhi udara, menciptakan simfoni kebahagiaan dan keceriaan. Riris tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut bergabung, merasa lebih ringan dan bahagia setiap saat.
Arif mengajak Riris untuk bermain bersama anak-anak. Mereka bermain petak umpet, menyanyikan lagu, dan membaca cerita.
Seorang anak perempuan kecil, Maya, mendekat. “Kak, Kakak namanya siapa?” tanyanya.
“Nama Kakak Riris,” jawab Riris sambil tersenyum. “Kamu namanya siapa?”
“Aku Maya. Kakak cantik banget!” puji Maya.
Anak laki-laki lain, Budi, ikut bergabung, “Kak, cerita dong!” pintanya.
Riris pun membacakan cerita, anak-anak mendengarkan dengan penuh antusias.
Riris merasa sangat senang melihat keceriaan anak-anak itu, dan dia mulai lupa dengan kesedihan yang selama ini menghantuinya.
Setelah bermain, mereka bertemu Ibu Panti. “Terima kasih ya, Mas Arif dan Mbak Riris. Anak-anak sangat senang sekali.”
Arif menjawab, “Sama-sama, Bu. Senang bisa berbagi kebahagiaan.”
Riris menambahkan, “Anak-anaknya ceria sekali, Bu. Saya merasa sangat terhibur.”
Ibu Panti tersenyum. “Mereka selalu mencari kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Semoga kunjungan Mbak Riris memberi mereka semangat baru.”
Riris mengangguk, “Semoga begitu, Bu. Saya juga merasa lebih baik setelah bertemu mereka.”
Arif menatap Riris, “Kita harus sering-sering berkunjung lagi, Ris, ya?”
Riris tersenyum, “Iya, Rif. Aku setuju.”
Kunjungan itu tak hanya membahagiakan anak-anak panti, tetapi juga memberikan kedamaian dan kebahagiaan pada hati Riris.
Setelah menghabiskan waktu beberapa jam di panti asuhan, Riris dan Arif pamit untuk pulang. Riris merasa sangat terharu dan bersyukur karena telah menemukan kebahagiaan baru dalam hidupnya.
“Arif, terima kasih udah ngajak aku ke sini,” kata Riris dengan suara lembut. “Aku senang banget.”
“Sama-sama, Riris. Aku senang bisa melihatmu tersenyum lagi,” jawab Arif dengan penuh perhatian.
“Habis ini kita nonton ya?” ajak Arif sambil tersenyum antusias.
“Boleh, horor ya,” balas Riris yang juga tersenyum.
“Siap, Nona.”
Riris merasa bahwa Arif adalah orang yang baik dan tulus. Dia mulai merasa tertarik dengan Arif, dan dia berharap bahwa dia bisa menemukan kebahagiaan baru bersamanya.
Riris memutuskan untuk jujur kepada Arif tentang perasaannya. Dia tidak ingin membuang waktu Arif dan membuatnya kecewa.
Di perjalanan, Riris membuka suara.
“Arif, aku ingin bilang sesuatu padamu,” kata Riris dengan suara pelan. “Aku merasa sangat bersyukur karena kamu selalu ada buatku. Kamu sangat baik dan perhatian. Tapi aku harus jujur, aku masih belum bisa melupakan Dani.”
Arif terdiam sejenak, mendengar pengakuan Riris. Dia merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. “Aku ngerti, Ris. Aku tahu kalau kamu masih belum bisa lupain Dani. Aku nggak akan maksa kamu.”
“Makasih, Rif. Aku sangat menghargai kejujuranmu,” kata Riris dengan suara bergetar.
“Sama-sama, Riris. Santai aja ya, kita kan masih bisa temenan,” jawab Arif dengan lembut.
Riris merasa lega karena Arif tidak marah atau kecewa. Dia tahu bahwa Arif adalah orang yang baik dan tulus. Dia berharap bahwa persahabatan mereka bisa tetap terjaga, meskipun dia tidak bisa membalas perasaannya.
Belum ada Komentar untuk " Part 21 Bahagiaku Tak Hanya Kamu"
Posting Komentar