Part 16 Kembali ke Jakarta
Pagi harinya sekitar pukul 6 pagi, dokter datang untuk memeriksa kondisi Hadi. Riris yang sudah tidak sabar untuk segera pergi mendekati dokter setelah pemeriksaan selesai.
“Dokter, saya perlu segera pergi menggunakan jet pribadi.
Bisakah saya mendapatkan izin untuk membawa Ayah? Juga, tolong kirimkan hasil
tes DNA ke nomor saya,” kata Riris dengan nada tegas namun sopan.
Dokter memandang Riris dengan serius. “Ayah Anda masih
memerlukan perawatan dan pengawasan medis. Namun, jika Anda benar-benar harus
pergi, kami bisa mengatur transportasi medis yang aman.”
Riris mengeluarkan sejumlah uang dan memberikan kepada
dokter. “Tolong lakukan yang terbaik untuk kami. Saya sangat menghargai bantuan
Anda.”
Dokter menerima uang tersebut dan mengangguk. “Baiklah, Nona
Riris. Saya akan memastikan semuanya diatur dengan baik. Kami akan mengirim
hasil tes DNA ke nomor Anda secepatnya.”
Riris merasa lega mendengar jawaban dokter. “Terima kasih,
Dokter. Kami akan segera bersiap-siap.”
Dengan bantuan bodyguard dan Fadil, mereka mengatur
transportasi untuk membawa Hadi dengan aman ke jet pribadi. Semua persiapan
dilakukan dengan cepat dan hati-hati. Riris merasa sedikit lebih tenang
mengetahui bahwa semuanya berjalan lancar.
Riris menatap Fadil dan salah satu bodyguard. "Fadil,
aku ingin kau bersama salah satu dari mereka kembali ke hotel dan mengemas
barang-barang kita. Jangan buang waktu. Kita harus bersiap-siap untuk segala
kemungkinan."
Fadil mengangguk. “Baik, Riris. Aku akan segera
melakukannya.” Salah satu bodyguard juga mengiyakan perintah tersebut dan
mereka berdua segera bergegas menuju hotel untuk mengemas barang-barang.
Setelah semua persiapan selesai, Riris, Fadil, Hadi, dan
kedua bodyguard mereka naik ambulan menuju ke tempat di mana jet pribadi
mendarat dan bersiap untuk berangkat menuju Jakarta. Di dalam jet, suasana
terasa sedikit tegang namun penuh harapan. Riris duduk di samping ayahnya,
memastikan Hadi merasa nyaman selama perjalanan.
Jet pribadi lepas landas dengan mulus, membawa mereka
terbang menuju Jakarta. Selama perjalanan, Riris memikirkan langkah-langkah
berikutnya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan ayahnya. Fadil duduk di
seberang Riris, menatap keluar jendela jet dengan perasaan campur aduk.
Setibanya di Jakarta, mereka segera menuju ke rumah Prasetyo,
ayah angkat Riris. Prasetyo sudah mengetahui kedatangan mereka dan menyiapkan
segala kebutuhan untuk memastikan Hadi mendapatkan perawatan yang terbaik.
Begitu tiba di rumah Prasetyo, Riris membantu ayahnya turun
dari jet dan menuju ke dalam rumah. Prasetyo menyambut mereka dengan hangat,
“Selamat datang, Riris, Fadil, Pak Hadi. Aku sudah menyiapkan segala sesuatu
untuk kalian.”
Riris tersenyum lega, “Terima kasih, Ayah.”
Prasetyo memeluk Riris dengan penuh kasih sayang. Bodyguard
yang telah mendampingi mereka selama perjalanan memastikan bahwa rumah Prasetyo
aman dan tidak ada ancaman yang mengintai. Mereka berdua tetap berjaga-jaga,
siap menghadapi segala kemungkinan.
Prasetyo berbicara dengan Fadil, “Terima kasih atas segala
bantuannya, Fadil. Kamu telah menemani Riris hngga dia menemukan ayahnya.”
Fadil mengangguk dengan penuh keyakinan. “Tentu, Om. Aku
pasti lakukan yang terbaik untuk menjaga Riris.”
Riris dan Fadil merasa lebih tenang berada di rumah
Prasetyo, yang memberikan rasa aman dan nyaman.
Prasetyo telah mengubah salah satu kamarnya menjadi ruang
rawat khusus untuk Hadi. Ruang itu dilengkapi dengan semua peralatan medis yang
diperlukan serta tempat tidur yang nyaman. Di sana juga sudah ada dokter yang
siap menangani Hadi dengan baik.
Dokter yang bertugas segera memeriksa kondisi Hadi. “Pak
Hadi, kami akan memastikan Anda mendapatkan perawatan yang terbaik di sini.
Tolong beri tahu kami jika ada yang Anda butuhkan,” kata dokter dengan ramah.
Hadi tersenyum lemah namun penuh rasa terima kasih. “Terima
kasih, Dokter. Saya merasa lebih tenang berada di sini.”
Bodyguard yang telah mendampingi mereka selama perjalanan
memastikan bahwa rumah Prasetyo aman dan tidak ada ancaman yang mengintai.
Mereka berdua tetap berjaga-jaga, siap menghadapi segala kemungkinan.
Setelah tiba di Jakarta dan memastikan Hadi mendapatkan
perawatan yang terbaik di rumah Prasetyo, kedua bodyguard segera mengabari Dani
bahwa mereka sudah berada di Jakarta lagi. Mendengar hal itu, Dani merasa lega
namun juga cemas.
Sore harinya, Dani mengunjungi rumah Riris guna memastikan
bahwa semuanya berjalan baik.
Sementara itu, Fadil merasa bahwa Riris dan Hadi sudah
berada di tangan yang tepat dengan dukungan dari bodyguard dan keluarga
Prasetyo. Fadil pun memutuskan untuk pulang dan kembali beraktivitas seperti
biasanya. Dia mempercayakan Riris pada perlindungan bodyguard dan keluarganya,
namun tetap siap untuk membantu jika diperlukan.
Sore harinya, Dani tiba di rumah Prasetyo. Dia disambut oleh
Prasetyo yang dengan hangat mengajak Dani masuk. “Selamat datang, Nak. Riris
dan ayahnya ada di dalam.”
Dani mengikuti Prasetyo ke ruang rawat Hadi. Dia melihat
Riris yang sedang duduk di samping ayahnya, memegang tangan Hadi dengan penuh
kasih sayang. Dani merasa lega melihat keadaan Hadi yang lebih stabil.
“Saayang, bagaimana keadaan Ayah?” tanya Dani dengan suara
pelan.
Riris menoleh dan tersenyum tipis. “Keadaannya sudah lebih
baik, Yang.”
Dani mengangguk. “Maaf ya aku ga bisa temenin kamu sampe
sana, tapi aku bersyukur kamu sudah kembali dengan selamat.”
Dokter yang sedang bertugas menjelaskan kepada Dani kondisi
Hadi dan langkah-langkah perawatan yang sedang dilakukan. Dani merasa tenang mengetahui
bahwa Hadi berada di bawah perawatan yang baik.
Setelah beberapa saat, Dani berbicara dengan Riris. “Sayang,
aku akan tetap berada di sini untuk memastikan semuanya berjalan baik. Jika ada
yang kau butuhkan, jangan ragu untuk memberitahuku.”
Riris tersenyum penuh rasa terima kasih. “Terima kasih,
Sayang.”
Setelah memastikan Hadi mendapatkan perawatan yang terbaik,
Riris merasa ini adalah momen yang tepat untuk membicarakan tentang pernikahan
mereka. Dia mengajak Dani untuk berbicara di ruang tamu yang tenang.
“Sayang, aku ingin membicarakan tentang pernikahan kita,”
kata Riris dengan serius. “Aku berpikir lebih cepat lebih baik. Aku merasa kita
harus memajukan pernikahan kita agar semuanya bisa lebih teratur dan fokus.”
Dani menghela napas panjang, memahami perasaan Riris.
“Riris, aku mengerti keinginanmu. Namun, saat ini aku merasa lebih baik jika
kita menunggu sampai Ayah pulih sepenuhnya. Aku ingin pikiran kita benar-benar
fokus dan tidak terbagi saat pernikahan nanti.”
Riris menatap Dani dengan mata penuh harap. “Tapi, aku
merasa kita bisa melalui ini bersama. Aku ingin Ayah melihat kita menikah lebih
cepat. Aku merasa ini bisa memberikan semangat tambahan untuknya.”
Dani tersenyum lembut, memahami rasa cinta dan perhatian
Riris terhadap ayahnya. “Aku tahu, Riris. Tetapi aku juga ingin memastikan
semuanya berjalan dengan baik tanpa ada tekanan tambahan. Saat ini, kesehatan
Ayah adalah prioritas utama kita.”
Riris mengangguk, meskipun merasa sedikit kecewa. “Baiklah.
Aku akan menghormati keputusanmu. Kita tunggu sampai Ayah pulih sepenuhnya.”
Dani memeluk Riris dengan lembut. “Setelah Ayah pulih, kita
akan mempersiapkan pernikahan kita dengan sebaik mungkin.”
Posting Komentar