Part 14 Tes DNA

Daftar Isi

Haris menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. “Riris, Fadil, ada sesuatu yang sangat penting yang harus kalian ketahui. Hadi dan aku terlibat dalam sebuah organisasi rahasia yang sangat berbahaya.”

Riris menatap Haris dengan mata terbelalak. “Organisasi rahasia? Apa maksud Paman?”

Haris melanjutkan dengan suara rendah namun tegas. “Kami dulu adalah anggota dari sebuah kelompok yang sangat kuat dan penuh rahasia. Organisasi ini memiliki pengaruh besar di banyak daerah. Namun, ada banyak konflik internal dan ancaman dari luar yang membuat organisasi ini berbahaya bagi siapa pun yang terlibat.”

Fadil mendengarkan dengan penuh perhatian. “Jadi, kalian sedang diburu oleh organisasi ini?”

Hadi mengangguk lemah. “Ya, mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dan jika mereka tahu bahwa kamu adalah anakku, Riris, mereka tidak akan ragu untuk menargetkanmu juga.”

Riris merasa dadanya semakin sesak. “Kenapa aku? Apa yang mereka inginkan dariku?”

Haris menjelaskan lebih lanjut. “Kamu adalah bagian dari darah dan warisan Hadi. Ada rahasia yang hanya bisa diungkap oleh garis keturunan langsung. Itulah sebabnya mereka tidak akan membiarkanmu begitu saja.”

Fadil mencoba menenangkan situasi. “Apa yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri kita sendiri?”

Haris berpikir sejenak sebelum menjawab. “Kalian harus berhati-hati dan tetap waspada. Jangan pernah mengungkap identitas kalian kepada siapa pun yang mencurigakan. Hindari tempat-tempat yang mudah ditemukan dan selalu bergerak.”

Riris merasa semakin cemas. “Bagaimana dengan tes DNA? Apakah itu akan memperburuk keadaan?”

Hadi menjawab dengan suara lemah namun tegas. “Kita masih bisa melakukannya, tapi pastikan hasilnya tidak disebarluaskan. Kita harus menjaga rahasia ini rapat-rapat.”

Fadil mengangguk setuju. “Baik, kita akan melakukan tes DNA di sini dengan aman. Tapi bagaimana dengan organisasi itu? Apa langkah selanjutnya?”

Haris menatap mereka berdua dengan serius. “Kalian harus segera meninggalkan tempat ini setelah tes DNA selesai. Jangan pernah kembali ke sini. Aku akan mengatur semuanya agar kalian bisa pergi dengan aman.”

Riris merasa matanya mulai berair. “Tapi, Ayah, bagaimana dengan kalian? Aku tidak bisa meninggalkan kalian di sini begitu saja.”

Hadi tersenyum lemah. “Nak, ini adalah pilihan terbaik untukmu. Kami akan bertahan. Yang terpenting adalah kamu aman.”

Fadil menggenggam tangan Riris dengan erat. “Kita akan melakukannya, Ris. Kita akan bertahan dan menemukan cara untuk mengungkap kebenaran tanpa membahayakan siapa pun.”

Setelah pembicaraan itu selesai, keempat orang tersebut segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Mereka memesan taksi langganan Riris yang biasa mengantarkannya ketika berada di Makassar. Taksi tersebut tiba dengan cepat, dan mereka pun berangkat menuju rumah sakit dengan perasaan campur aduk.

Di dalam taksi, suasana hening. Riris menggenggam tangan ayahnya dengan erat, sementara Fadil duduk di samping mereka, memperhatikan dengan penuh perhatian. Haris duduk di kursi depan, berbicara singkat dengan sopir taksi untuk memastikan perjalanan lancar dan mereka sepertinya telah kenal sebelumnya.

Sesampainya di rumah sakit, mereka disambut oleh seorang perawat yang membantu membawa Hadi ke dalam. Riris dan Fadil mengikuti di belakang, merasa sedikit lega bahwa mereka akhirnya bisa mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkan Hadi.

Hadi ditempatkan di ruangan VVIP, sesuai dengan permintaan Riris. Ruangan tersebut nyaman dan dilengkapi dengan peralatan medis yang canggih. Prosedur tes DNA segera dilakukan dengan cepat dan efisien. Setelah itu, Hadi juga mulai mendapatkan perawatan intensif untuk kondisinya yang lemah.

Sambil menunggu hasil tes DNA, Riris memutuskan untuk mengabari ayah angkatnya, Prasetyo, yang berada di Jakarta. Ia mengambil ponselnya dan menelepon dengan suara yang bergetar.

“Assalamualaikum, Ayah,” kata Riris dengan pelan.

“Waalaikumsalam, Nak. Ada apa? Kenapa suaramu terdengar cemas?” tanya Prasetyo.

Riris menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. “Ayah, aku sudah menemukan ayah kandungku di Makassar. Namanya Pak Hadi bukan? Dia sedang dirawat di rumah sakit sekarang.”

Prasetyo terkejut mendengar kabar itu. “Alhamdulillah, Nak. Ayah senang kamu bisa menemukan beliau. Bagaimana kondisinya?”

“Dia sangat lemah, Ayah. Tapi kami sudah membawa beliau ke rumah sakit dan sedang mendapatkan perawatan intensif. Kami juga akan melakukan tes DNA untuk memastikan semuanya,” jelas Riris.

Prasetyo menghela napas lega. “Baik, Nak. Ayah akan terus berdoa untuk kesembuhan beliau. Kamu harus tetap kuat dan tabah, ya.”

“Iya, Ayah. Terima kasih. Aku akan mengabari Ayah lagi nanti,” kata Riris hampir menutup panggilan.

“Tunggu, Riris. Sebelum kamu tutup telepon, aku ingin melihat wajah Hadi,” kata Prasetyo.

Riris mengangguk dan beralih ke mode video call. “Baik, Ayah. Aku akan video call sekarang.” Ia menekan tombol video call dan wajah Prasetyo muncul di layar, tampak cemas namun penuh perhatian.

Setelah video call tersambung, Riris masuk ke ruangan Hadi, dia mendapati Fadil sedang berbicara dengan dokter. Mereka terus memantau kondisi Hadi dengan penuh perhatian dan berharap hasil tes DNA akan segera keluar.

Riris mendekatkan ponsel ke Hadi yang sedang terbaring lemah di tempat tidur.

“Ayah, ini,” katanya dengan suara bergetar.

Prasetyo menatap layar dengan seksama, matanya membesar saat melihat wajah Hadi. “Ya Allah, benar ... ini dia. Ini adalah orang yang menitipkan kamu padaku ketika kamu baru lahir dulu.”

Hadi tersenyum lemah saat mendengar suara Prasetyo. “Prasetyo, lama tak berjumpa.”

“Ya, Hadi. Aku senang kamu masih hidup. Terima kasih telah mempercayakan Riris padaku,” jawab Prasetyo dengan suara penuh emosi.

Hadi mengangguk pelan. “Terima kasih telah merawat Riris dengan baik. Aku tahu dia dalam tangan yang tepat.”

Prasetyo menatap Riris dengan mata yang penuh kasih. “Riris, aku senang kamu menemukan ayah kandungmu. Sekarang, kita harus memastikan beliau mendapatkan perawatan terbaik.”

“Iya, Ayah. Kami akan melakukan yang terbaik di sini,” jawab Riris sambil menahan air mata.

Setelah beberapa saat, panggilan video berakhir dan Riris merasa sedikit lebih lega. Kini, mereka memiliki konfirmasi dari Prasetyo tentang identitas Hadi.

Setelah kejadian itu, Haris tidak terlihat di mana pun. Riris dan Fadil mulai merasa cemas dengan keberadaan Haris. Setelah beberapa jam tanpa kabar, Fadil memutuskan untuk mencari Haris ke rumahnya, karena dia tidak memiliki nomor HP Haris.

Fadil berangkat sendiri menuju rumah Haris, sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Di sana terlihat banyak orang berkumpul seperti sedang ada suatu hal yang terjadi.

Posting Komentar