Part 10 Sebuah Rahasia

Daftar Isi

Riris mencoba membuka kotak itu dengan berbagai cara, mulai dari menggoyang-goyangkan, mengetuk-ngetuk, hingga mencoba membuka paksa. Namun, semua usahanya sia-sia. Kotak itu tetap terkunci rapat.

Sebuah Rahasia


“Nggak bisa, weh,” kata Riris frustrasi.


“Ya udah, kita bawa itu, terus kita cari petunjuk lain dulu aja.”


Fadil mengusulkan untuk mencari petunjuk lain di dalam ruangan ini. Mereka memeriksa setiap sudut ruangan, berharap menemukan sesuatu yang bisa membantu mereka membuka kotak itu. 


Di balik lemari tua, mereka menemukan sebuah peta kuno yang sudah menguning. Peta itu menggambarkan sebuah rumah tua yang sangat mirip dengan rumah tempat mereka berada sekarang. Namun, ada satu hal yang aneh pada peta itu. Terdapat sebuah simbol yang digambar di dekat rumah tua tersebut. Simbol itu sangat mirip dengan ukiran pada kotak kayu.


“Pasti pikiran kita sama,” kata Fadil sambil memandang ke arah Riris.


“Ayo!” ajak Riris sambil menarik tangan Fadil dan tangan sebelahnya lagi membawa kotak kecil itu.


“Eh … eh! Mau ke mana?” tanya Fadil heran karena yang ada di pikirannya saat itu adala mencari alat untuk menggali di sana nantinya.


Riris berhenti. “Kan mau gali sesuai peta,” katanya.


“Mau gali pakai apa?” tanya Fadil lagi.


“Ah, iya! Lupa, hehe,” balas Riris sambil tertawa.


“Gini aja, kamu nyari titik di mana kita harus menggali, aku nyari alat buat ngegalinya nanti,” usul Fadil.


“Oke, sip!” 


Riris pun mengikuti arahan yang ada di peta kuno itu dan berjalan ke sana kemari. 


Namun, di tengah Riris sibuk dan berkonsentrasi dengan apa yang ada di dalam peta, ponselnya tiba-tiba berbunyi dan melantunkan sebuah lagu pertanda ada yang meneleponnya.


Riris pun berhenti dan mengambil ponsel yang ada di sakunya. Ketika ia melihat layar ponsel ternyata panggilan dari Dani.


“Assalamualaikum, Sayang! Ada apa?” kata Riris.


“Waalaikumsalam. Ada apa? Apa kamu nggak inget sejak tadi pagi kamu belum ngabarin aku?” oceh Dani dengan nada kesal.


“Kamu juga nggak ada inisiatif buat ngasih kabar duluan, kan? Selalu harus aku,” balas Riris disertai mimik wajahnya yang kesal.


“Kok kamu jadi gitu?” protes Dani dengan nada tegas.


“Lah, kamunya juga gitu, kok,” jawab Riris lagi.


“Aku kan sibuk kerja,” ucap Dani lagi seolah tidak terima dan tidak mau mengalah.


“Sibuk itu bohong, semua itu ada prioritasnya! Kalau kamu ngabarin cuma buat ribut, mending nggak usah ngabarin sekalian!” jawab Riris kesal dan langsung menutup panggilan secara sepihak.


Riris kembali menatap ke peta yang ada di tangannya. “Ish! Gara-gara Dani, lupa kan udah sampai mana,” keluh Riris dengan wajah muram.


“Ngulang deh,” gumam Riris lagi.


Sementara itu di sisi lain, kedua body guard yang diutus Dani untuk mendampingi Riris baru hendak mencari ke alamat di mana Riris berada saat ini.


Di sana salah satu dari body guard itu sedang menerima telepon dari Dani. Raut wajah keduanya terlihat sangat tegang karena sampai saat ini mereka belum bersama dengan Riris.


“Gimana? Riris nggak deket-deket sama si Fadil kan?” tanya Dani dengan nada kesal.


“Em … enggak kok, Bos. Kami jaga Non Riris terus,” jawab salah satunya.


“Ya, sudah! Awasi terus mereka jangan sampai Fadil deketin Riris,” titah Dani yang kemudian menutup panggilan itu.


Setelah panggilan berakhir, mereka berdua hanya saling pandang satu sama lain karena bingung apa yang harus mereka lakukan.


“Ya udah lah, nyari alamat ini dulu siapa tau nanti ketemu di sana,” kata salah satunya.

“Ya udah, ayo!” 


Mereka berdua kemudian memesan taksi untuk menuju ke alamat yang dituju yaitu tempat di mana Riris dan Fadil berada saat ini.


Di sebelah rumah itu, Riris dan Fdil sudah mulai menggali tanah yang diduga ada kunci yang terkubur di sana.


Pada kedalaman setengah meter lebih ditemukanlah sebuah kotak kecil dari besi. Fadil langsung mengambilnya.


“Lah, ini kenapa harus ada kotak lagi, pakai kode lagi, pusing amat! Sebenarnya apa tujuannya?” gumam Fadil sambil mengulik kotak besi itu.


“Ya udah, simpen dulu aja. Kita beresin lagi ini semuanya. Terus kita balik ke hotel buat cari teka-teki ini.”


“Oke, deh! Aku hubungi taksinya dulu yah,” kata Riris.


Namun, baru saja hendak menelepon sopir taksi yang tadi mengantarkannya, tapi mobil itu sudah sampai di depan rumah dan terlihat dua orang berbadan kekar turun dari sana.


Sontak saja Riris menarik Fadil untuk bersembunyi di belakang rumah itu. Kemudian Riris mengirimkan ppesan kepada sang sopir agar menunggunya agak jauh dari rumah itu dan sopir itu pun setuju.


Setelah dirasa aman, Fadil dan Riris mengendap-endap menjauh dari rumah itu agar tidak ditemukan oleh kedua body guard Dani karena Riris merasa keduanya sangat mengganggu.


“Ayo langsung ke hotel, Pak!” kata Riris ketika dia dan Fadil sampai dan masuk ke dalam taksi.


Dan langsung diiyakan oleh sang sopir.


“Kenapa sih? Buru-buru banget? Dari tadi ditanyain, tapi malah mulutku ditutup,” kata Fadil heran.


“Itu body guard-nya si Dani, risih aku kalau ada mereka,” kata Riris sambil memegang buku harian dan kotak besi kecil.


“Sebenernya kalian nyari apa sih di rumah itu?” tanya sang sopir.


“Di sana itu rumah ayahku, aku cuma mau nyariin dia,” kata Riris.


“Beneran itu rumah ayahmu?” tanya sang sopir heran.


“Iya, bapak ada tau sesuatu tentang ayahku?” tanya Riris iseng.


“Ya, tau dikit. Dulu di sana jadi basecamp geng apa giitu namanya, dan setauku itu geng berbahaya di sana,” jawab si sopir taksi.


“Terus?” Kali ini Fadil yang menjawab.


“Ya, geng itu akhirnya jadi buronan polisi, terus mereka kabur. Ada yang beberapa dibunuh oleh anggota geng lain. Semoga ayahmu bukan termasuk yang dibunuh ya,” jelas sang sopir taksi sekaligus mendoakan.


“Kok, malah jadi rumit gini sih?” Riris memegang kepalanya terlihat frustrasi.


Dengan penuh kelembutan, Fadil mengelus pundak Riris demi mencoba menenangkannya.


“Itu kalian dapat petunjuk nggak?” tanya sang sopir.


“Ada, tapi nggak tau masih worth it atau enggak,” jawab Fadil lagi.


“Semoga ketemu titik terangnya, yah,” balas sang sopir.


“Aamiin.” Fadil dan Riris menjawab bersamaan.


Setelah cukup lama perjalanan, mereka sampai di hotel tempat keduanya menginap.


“Sekarang kamu ke kamarmu dulu, bersih-bersih tersu sholat. Setelah itu nanti kita makan terus bawa itu ke bengkel siapa tau bisa dibuka di sana,” kata Fadil.


“Oke, Dil. Thanks ya,” kata Riris kemudian masuk ke kamarnya untuk bersih-bersih karena badannya kotor dan bau keringat.

Posting Komentar