Part 5 Kecewa

4 min read

Riris dengan gaun berwarna pastel yang senada dengan tasnya dan hijabnya, berdiri di depan cermin kamarnya. Dia memastikan hijabnya tertata rapi dan makeup-nya flawless. Hari ini, dia memiliki misi spesial yaitu mengantarkan makan siang buatannya sendiri ke Dani, tunangannya yang tampan dan sukses untuk pertama kalinya.

Kecewa

Dani memang seorang CEO muda dan ambisius, terkenal dengan kesibukannya yang luar biasa. Riris ingin menunjukkan rasa cintanya dengan membawakan makan siang buatannya sendiri, berharap dia bisa menikmati hidangan lezat dan hangat di tengah kesibukannya di kantor.


Riris membuka kotak makan siang yang berisi hidangan favorit Dani: ayam goreng dengan sambal matah, tumis sayur kangkung, dan nasi putih hangat. Dia memastikan setiap hidangan dimasak dengan cinta dan penuh perhatian.


Dengan hati yang berdebar, Riris menuju ke kantor Dani yang megah di pusat kota. Gedung pencakar langit itu menjulang tinggi, melambangkan kesuksesan Dani di dunia bisnis. Riris merasa sedikit gugup, tetapi dia juga bersemangat untuk melihat Dani dan menghabiskan waktu bersamanya.


Riris yang berencana pergi dengan Fadil ke kantor akhirnya hanya diantarkan saja. Fadil tidak ikut masuk karena dia ada urusan lain untuk kepentingan sekolah.


Saat Riris memasuki lobi kantor, dia disambut oleh resepsionis yang ramah. 


“Halo, Kak! Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis itu.


“Selamat siang. Saya ingin bertemu dengan Dani,” jawab Riris.


“Mohon maaf ada perlu apa? Apakah Anda sudah ada janji dengan Pak Dani?” tanya resepsionis itu lagi.


“Saya tunangannya Dani, ingin mengantarkan makan siang,” jawab Riris.


“Oh, baiklah.”


Setelah menjelaskan tujuannya, dia diantar ke lantai atas tempat Dani bekerja. Di sana, dia bertemu dengan sekretaris Dani yang membawanya ke ruangan Dani.


Riris membuka pintu ruangan dengan hati-hati, dan dia melihat Dani duduk di mejanya yang besar, sibuk dengan dokumen dan laptopnya. Wajah Dani tampak serius dan fokus, tetapi saat melihat Riris, matanya berbinar dan senyum terukir di bibirnya.


“Sayang, apa yang kamu lakukan di sini?” Dani bertanya dengan penuh semangat.


Riris tersenyum lebar dan berkata, “Aku membawa makan siang untukmu. Aku tahu kamu pasti sibuk, jadi aku ingin kamu makan sesuatu yang enak dan sehat.”


Dani bangkit dari kursinya dan memeluk Riris erat-erat. “Terima kasih, sayang. Aku nggak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu. Kamu pengertian banget.”


Mereka berdua duduk di sofa di ruangan Dani dan menikmati makan siang bersama. 


“Ini aku masak sendiri loh,” kata Riris.


“Beneran? Enak banget. Wah, ternyata kamu pinter masak yah.”


Dani memuji masakan Riris sambil memakan bekalnya dengan lahap. 


Riris melihat ke sekeliling ruangan yang luas dan mewah, penuh dengan penghargaan dan foto-foto Dani yang sukses.


Sementara Dani setelah makan langsung sibuk dengan proyek besar di perusahaannya. Dia harus menyelesaikan banyak dokumen dan bertemu dengan klien penting beberapa jam lagi. Riris mengerti bahwa Dani memiliki tanggung jawab besar sebagai CEO, tetapi dia tetap berharap dia bisa meluangkan waktu untuknya.


Riris mengumpulkan keberanian untuk bertanya kepada Dani tentang rencana pencarian ayah kandungnya. Dia sudah lama ingin bertemu dengan ayahnya, dan dia berharap Dani bisa membantunya.


“Sayang.” Riris memulai dengan ragu-ragu. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu tentang ayahku.”


Dani berhenti sejenak dari pekerjaannya dan menatap Riris dengan penuh perhatian. “Apa yang ingin kamu bicarakan, sayang?”


Riris menjelaskan, “Aku ingin mencari tahu lebih banyak tentang ayah juga ingin bertemu dengannya dan aku ingin kamu bisa membantu dan menemaniku untuk menemukan alamatnya.” 


Dani mendengarkan dengan seksama dan memahami keinginan Riris. Dia ingin membantunya, tetapi dia tidak bisa meninggalkan kantor karena kesibukannya.


“Sayang ….” Dani berkata dengan lembut. “Aku ingin sekali membantumu. Tapi aku tidak bisa meninggalkan kantor sekarang. Ada proyek besar yang harus aku selesaikan.”


Riris sedikit kecewa, tetapi dia mengerti. Dia tidak ingin membebankan Dani begitu banyak.


“Baiklah.” Riris berkata dengan suara pelan. “Aku mengerti. Terima kasih atas pengertianmu.”


Dani tersenyum dan berkata, “Jangan khawatir, Sayang. Aku akan meminta bodyguard-ku untuk membantumu. Dia berasal dari Sulawesi dan dia tahu daerahnya dengan baik. Dia akan mencari alamat ayahmu dan menghubungimu.”


Riris merasa lega dan bersyukur. Dia tahu bahwa bodyguard Dani adalah orang yang terpercaya dan dia yakin dia akan membantunya menemukan ayahnya.


“Terima kasih, Sayang,” Riris berkata dengan penuh kasih sayang. 


Dani berkata, “Aku mencintaimu, Riris. Aku akan selalu membantumu semampuku.”

Riris membalasnya dengan senyum yang sangat manis. “Aku juga sangat mencintaimu.”

**

Hari berganti hari, bulan pun terus bergulir berlalu dan hari ini genap setahun pertunangan Riris dan Dani, tetapi belum ada titik terang dari pencarian sang ayah oleh bodyguard Dani.


Sekarang Riris tengah berada di kafe favorit bersama Dani. Mereka makan malam bersama.


“Sayang, gimana pencarian ayahku? Udah ada hasilnya?” tanya Riris pada Dani.


“Belum, Sayang. Kenapa kamu tanya begitu terus sih?” balas Dani sedikit kesal, pasalnya selama setahun ini hampir setiap bertemu, Riris selalu menanyakan hal yang sama.


“Wajarlah aku tanya begitu terus, ini sudah setahun tetapi ayahku belum juga ditemukan. Sebenarnya anak buahmu itu nyari apa enggak sih?” ketus Riris karena kesal.


Mendengar perkataan Riris yang seolah meragukannya dia dan anak buahnya, Dani pun mengangkat nada bicaranya beberapa oktaf. “Kalau kamu nggak percaya, cari aja sendiri! Sama sahabatmu itu yang katanya bisa diandelin!”


Riris terbelalak. Dia sama sekali tidak menyangka Dani bisa membentaknya, apalagi di depan umum seperti itu.


“Cukup tau! Mungkin kamu emang nggak mau nikah sama aku,” ketus Riris yang kemudian beranjak dari sana untuk meninggalkan Dani.


Dani mencoba mencegah, tetapi sayang hati Riris sudah telanjur kecewa dengan bentakan Dani tadi.


Riris langsung berlari keluar dan menghentikan taksi yang kebetulan lewat di jalan depan kafe. Dani terus mengejar menggunakan mobilnya hingga ke rumah Riris. 


Namun, meskipun sudah sampai di rumah Riris, gadis itu telah masuk ke kamar dan mengunci pintu.


“Apa yang terjadi dengan Riris?” tanya Prasetyo.


“Dia ngambek, Yah,” jawab Dani.


“Apa yang kamu lakukan? Hari ini dia PMS, kamu tidak akan dimaafkan dengan mudah,” kata Prasetyo.


“Astaga! Tanggal berapa ini? Kenapa aku bisa melupakan itu,” sesal Dani.


“Sekarang mending kamu pulang, Riris juga nggak bakal maafin kamu sekarang,” titah Prasetyo.


“Tapi, Ayah--” 


“Sudah sana, pulang!” Prasetyo mendorong Dani untuk keluar kamar karena dia tau ketika Riris PMS dia pasti akan murka dalam waktu yang lama.


Sementara itu, di dalam kamar. Riris hanya tengkurap di tempat tidur dengan wajah yang sangat menyeramkan, rambut acak-acakan dan mata merah.

“Aaaargh!”

Posting Komentar