Salting

"Kusisir rambut di depan cermin, kaos hitam yang telah kulapisi jaket jeans Sepertinya cocok jika kugunakan untuk bertemu dengan Dian nanti. "

4 min read

Bertemu klien biasanya aku tidak sebahagia ini. Akan tetapi, sekarang beda, mungkin karena aku sering bertemu dengannya akhir-akhir ini, juga cara bicaranya yang serius, tapi santai membuatku nyaman.


Kali ini aku sudah bersiap hendak bertemu dengannya lagi. Gadis yang mampu membuatku nyaman setelah sekian lama rasa nyaman itu tak memiliki tempat di sini. Kenyamanan itu dulunya hanya ada pada Friska, sekarang aku temukan kembali setelah sekian lama melara.

Salting

Kusisir rambut di depan cermin, kaos hitam yang telah kulapisi jaket jeans Sepertinya cocok jika kugunakan untuk bertemu dengan Dian nanti. 


Seperti yang dia inginkan, kali ini kami hendak bertemu di taman yang terletak tak jauh dari kafe milik Anin. Entah karena gugup atau memang ceroboh, dia kerap kali bertingkah agak aneh menurutku.


Tok! Tok! Tok!


"Hayr!" teriakan itu kudengar tidak asing, kutahu jika itu adalah Anjar. Dia selalu saja menganggu di setiap kesempatan, meskipun dia juga adalah penolong ketika aku membutuhkan.


"Apa?!" balasku dengan berteriak juga.


"Keluar!" Dia berteriak lagi. Ya aku memang menjawabnya dari kamar karena belum selesai bersiap.


"Bentar!" 


Dengan sedikit bergegas, aku menyambar tas kecil yang biasa kujadikan tempat dompet dan hp agar tidak mengganggu di saku celana. Lantas aku keluar menemui lelaki di depan sana yang bernama Anjar.


Kriiet!

Kubuka pintu utama dan Anjar sudah ada di depan dengan tangan bersedekap dan mata membulat.

"Kamu mau ke mana Bro? Udah rapi aja sore-sore gini. Kupikir kamu abis pulang dari sekolah terus tidur kaya biasanya," kata Anjar dengan mimik wajah yang terlihat sangat heran.


"Mau tau aja atau mau tau banget?" tanyaku bertujuan membuatnya kesal.


"Hem! Terus aja sono!" 


Benar saja, dia kesal.


"Aku mau jalan ke taman," kataku sembari menyisir rambut dengan tangan.


"Tumben, kamu janjian sama cewek?" tanyanya penuh selidik.


"Janjian sama klien," kataku kemudian duduk di kursi yang ada di teras.


"Oh, klien. Tapi yang mana? Klienmu berapa sih?" Anjar masih saja terlihat ingin tahu.


"Klienku banyak, kerjaanku aja banyak," jawabku ngasal.


"Enak bener, udah jadi TU di sekolah, terus penulis blog, terus banyak klien juga. Cepet kaya dong!" 


Lelaki yang tadinya berdiri kini duduk di sebelah sambil menepuk bahuku, dam hal itu malah membuatku risi dan langsung berdiri. 


"Doain aja biar cepet kaya," jawabku kemudian melangkahkan kaki menuju ke motor kesayangan.


"Aamiin," katanya.


Kupikir dia akan pergi, tenyata malah mengikutiku. Ada apa sih sama dia? Atau ....


Ah, astaga! Aku lupa! Aku punya utang sama dia, pantes ngikutin terus. Lumayan banyak 780.000 rupiah jika harus diikhlaskan bukan?


Sebagai manusia yang pengertian, aku pun mengambil dompet dan mengambil uang senilai 500.000 dan berbalik untuk memberikannya pada Anjar.


"Eh, iya. Bayar utang kemaren nih, lima ratus ribu dulu, ya. Kurangnya minggu depan pas gajian dari sekolah." Tanpa menunggu dia mengambil uang itu langsung saja kutaruh di tangannya.

 

"Hayr, aku nggak nagih loh, kok—"


"Udah, ambil aja! Makasih ya!" ucapku sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Lalu aku meninggalkan dia dan menaiki motor kesayangan untuk menuju taman karena kutahu Dian telah menunggu di sana.


Rasanya senang jika bisa membayar utang tanpa harus ditagih terlebih dahulu, apalagi pakai drama marah-marah dan lain sebagainya. 


Lebih senang lagi, jika hobi bakal jadi ladang penghasilan yang banyak nantinya.


Seperti saat ini ketika aku pergi menemui klien yang akan aku ajari fitur blog selanjutnya. Dia juga adalah gadis manis yang mampu membuat siapa saja nyaman dengan ucapannya termasuk aku


Tak berapa lama berkendara, aku sampai di taman di mana aku dan Dian janjian. Aku mematung sejenak sembari mencari keberadaan gadis itu. Namun, tidak aku temukan.


Akhirnya aku memilih untuk mengambil ponsel dan menghubunginya. Nam

un, baru saja aku mau menekan ikon gagang telepon di layar, pesan darinya masuk terlebih dahulu.


[Kak, aku sedikit terlambat. Aku harus antar tugas dulu ke kampus. Soalnya urgent,]


Ya, ternyata dia memang belum datang, jadi wajar saja jika di sini tidak ada di sini.


[Aku tunggu di taman] Balasku padanya.


Dan dia hanya menanggapi dengan emot jempol. Kaku sekali.


Aku menunggu sembari menulis beberapa bait puisi tentang menunggu di ponselku, sesuai dengan keadaan saat kini. Namun, ini bukan tentang menunggu Dian, melainkan menunggu hati yang sekian lama baru bisa mulai mengikhlaskan.


Detik demi detik kulalui dalam senyap

Dengan rasa yang tak jua hirap

Di otak terasa gegap

Meski udara terasa kian pengap


Hayraruh napasku kau bawa

Entah kapan kau kembalikan dia

Perlahan, luka kian mendera

Walau obat telah banyak tersedia

Akan tetapi, anila tak bisa menggantikan

Lembutnya desah napas yang terasa


"Assalamualaikum, Kak Zuhayr!" 

Tiba-tiba sapaan itu terdengar hingga membuatku harus menyudahi menyulam kata demi kata yang sebenarnya belum selesai.


"Waalaikumussalam, eh Dian. Sudah kasih tugasnya?" tanyaku basa-basi.


"Sudah, Kak. Ayo langsung mulai aja," katanya.


"Oke," jawabku.


Dia langsung duduk di sebelahku dan membuka laptop agar mudah ketika aku menjelaskan fitur blog yang ada.


"Oke, Kak. Udah siap. Kali ini kita bakal bahas apa?" katanya.


"Blogger Widgets, Sepertinya perlu dibahas," jawabku.


"Apa itu, Kak?" Dia bertanya kembali. 


Aku melihat ke wajahnya, ternyata dia juga melihat ke arahku. Mata kami bertemu hingga menimbulkan sebuah debar di dalam dada. Namun, aku langsung berpaling menatap ke laptop.


"Ekhem! Itu fitur blog juga. Cukup berguna untuk bloging," kataku mencoba menjelaskan.


"Yang Seperti apa?" 


Aku mengeluarkan ponselku dan mencoba menunjukkan contoh widget. "Ini loh, kaya yang ada di hp. Cuma beda dikit aja," jelasku.


Dia melihat ponselku. "Oh, iya. Terus bedanya apa?"


"Widgets blog itu semacam skrip yang bisa dimasukkan ke dalam blog seorang pengguna blogger. Widgets ini dapat memberikan sebuah fungsionalitas tambahan. Kamu dapat menambahkannya melalui tab yang berada di Blogger yaitu tab Layout," jelasku lagi.


"Tab layout?" 


"Yang kemarin aku jelasin, inget?" Aku mencoba mengingatkan.


Tiba-tiba, ketika aku hendak menunjukkan di mana letak tab Layout tanpa sengaja dia juga sedang menyenyuh touchpad di laptopnya. Tentu saja jemari kami bersentuhan.


Sontak saja hawa dingin mengalir hingga seluruh tubuh dan aku langsung menarik tanganku yang tadi berada di atas jemarinya.


"Ma–maaf, Dian. Aku nggak sengaja," kataku canggung.


"Em, aku juga minta maaf, Kak." 


Sekarang kami benar-benar dalam kecanggungan yang teramat sangat. Aku hanya bisa diam dan diam, entah apa yang akan aku lakukan berikutnya. Juga semuanya tiba-tiba hilang dari otakku. Sial!


"Hai, Pak Zuhayr!"


Kami berdua menoleh pada suara yang memanggil.


"Kamu?"

Posting Komentar