Mulai Menemukan Kehidupan

"Terdengar suara pintu diketuk yang aku yakini bahwa itu adalah Anjar. Kemarin dia mengatakan bahwa ingin mengajakku keluar,"

4 min read

Tanpa terasa sudah satu bulan lamanya aku bekerja menjadi tenaga administrasi di sekolah menengah atas yang tak jauh dari rumahku ini. Aku cukup bersyukur karena semua berjalan dengan baik, penghasilannya pun cukup untukku bahkan bisa ditabung karena aku memang tidak banyak pengeluaran.


Meskipun banyak kesibukan yang aku lakukan sejak bekerja, tetap saja Friska masih mendunia dalam ingatanku setiap harinya. Entah bagaimana lagi caranya supaya aku bisa melupakan gadis manis yang memikat perhatianku itu. Atau setidaknya aku bisa mengalihkan cintaku darinya.

Mulai Menemukan Kehidupan

Sejak satu minggu terakhir, aku mulai mengenal yang namanya blog pribadi. Entah kenapa aku menjadi tertarik untuk menggeluti bidang itu, hingga aku pun memutuskan untuk mengembangkan blog pribadiku itu hingga nantinya bisa dikenal oleh banyak orang.


Seperti pagi ini, karena hari ini adalah tanggal merah itu artinya aku libur bekerja. Aku membereskan rumahku dan memasak sarapan untukku sendiri. Sudah beberapa bulan ini aku memang sering memasak sendiri, tentunya itu masakan yang lebih sehat. Namun, kebiasaanku memakan mie instan masih aku lakukan, meskipun tidak sesering dulu, karena bagiku mie instan sangatlah nikmat, apalagi dengan telur yang semakin menggugah selera.


Usai semuanya beres, aku menghabiskan waktu di depan laptop untuk mengembangkan blog pribadiku yang sekarang masih Hayri. Namun, aku percaya bahwa segala usaha pasti akan ada hasilnya. Mungkin tidak sekarang, tetapi mungkin suatu saat nanti.


Tok! Tok!


Terdengar suara pintu diketuk yang aku yakini bahwa itu adalah Anjar. Kemarin dia mengatakan bahwa ingin mengajakku keluar, karena memang sejak aku bekerja aku lebih suka di rumah saja, apalagi sejak aku mengenal blog pribadi.


Ceklek!


Pintu rumah pun aku buka dan benar saja bahwa itu adalah Anjar. Dia datang dengan tampilan yang Sepertinya belum mandi, tampak dari rambutnya yang tidak beraturan. Tidak lupa dengan kaos polos serta celana pendek andalannya.


"Kamu sudah rapi Hayragi ini?" tanya Anjar padaku.


"Lah iya, gak kayak kamu yang wajahnya masih kayak anak ayam kehilangan induknya," selorohku.


"Emang kayak apa anak ayam yang kehilangan induknya?" tanya Anjar yang malah menganggap serius ucapanku.


"Ya yang kayak kamu gini," jawabku.


"Rese!" kesalnya.


"Kamu ngapain ke sini?" tanyaku berbasi-basi, meskipun aku sudah tahu tujuannya.


"Mau nanya rencanaku kemarin, kita jadi keluar atau enggak?" tanya Anjar padaku.


"Males, aku mau di rumah aja," jawabku.


"Jangan nolak mulu lah, masa di rumah terus mending sekali-kali jalan keluar cari suasana baru," ujarnya.


"Hmm." Aku hanya menanggapi ucapan Anjar dengan deheman singkat saja.


"Pokoknya harus mau! Nanti aku ke sini lagi, mau mandi dulu!" Lalu setelahnya, lelaki itu pergi begitu saja.


"Dasar tukang maksa!"

*

Detik, menit, jam, bahkan hari dan minggu pun berlalu. Tak terasa aku sudah menyelami dunia blog tiga bulan lamanya. Waktu yang sebenarnya masih sebentar. Namun, hari demi hari semakin banyak yang mengunjungi blog pribadiku.


Dulunya blog pribadi itu hanya aku buat sebagai sarana mengungkapkan betapa aku mencintai Friska, betapa sakitnya saat cinta yang begitu terasa nyata harus gugur begitu saja usai mencoba menghantam dinding kokoh bernama perbedaan agama. Namun, sekarang blog pribadi itu mulai menghasilkan uang tambahan untukku. 


Mulai banyak orang yang menghubungi aku di sosial media hanya untuk membahas tentang tulisan-tulisanku itu. Setelah aku amati, ternyata tidak hanya aku saja yang berjuang melawan cinta berbeda agama, masih banyak orang lain yang kisah cintanya jauh lebih rumit daripada aku.


Kata orang tulisan yang dibuat dari hati pasti akan mengalir begitu lembut pada hati-hati yang terpilih. Begitu juga dengan tulisanku yang berhasil menarik banyak pengunjung blog untuk membacanya. Blog memang aku jadikan sebagai tempat curhat, karena tidak banyak orang yang bisa aku percaya. Kalaupun ada, maka tidak banyak di antara mereka yang mengerti dengan apa yang aku rasakan.

*

Pagi ini aku berangkat ke sekolah tempatku bekerja dengan berjalan kaki, ya karena aku masih malas untuk ke bengkel jadi biarkan aja dia istirahat. 


Hari ini, aku menggunakan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam.


Baru saja tiba di gerbang, sudah banyak murid perempuan yang mendatangiku.


"Ternyata selama ini Bapak yang memiliki blog yang isinya identik dengan cinta beda agama itu ya?" tanya salah seorang murid perempuanku.


"Iya benar, kenapa kamu bisa tahu?" tanyaku mulai penasaran. Sebab aku tidak pernah bercerita pada warga sekolah tentang blog pribadiku.


"Ya saya tau dong, Pak. Bapak kan pakai nama asli, jadi saya bisa tahu kalo itu bapak. Tulisan bapak bener-bener keren, saya yang gak pernah ngerasain cinta beda agama aja ngerasa sakit," ujarnya.


"Bener, Pak. Saya juga suka baca tulisan Bapak," ucap murid perempuanku yang lain.


Mereka semua memang memanggilku 'Bapak', meskipun usiaku bisa dikatakan Hayrantaran dengan kakak mereka. Namun, aku bekerja sebagai staf administrasi di sekolah mereka itu artinya mereka harus memanggilku dengan sebutan 'Bapak', meskipun di awal-awal aku sedikit aneh.


"Wah, saya senang kalau kalian suka dengan tulisan saya. Semoga bisa menginspirasi juga ya," jawabku.


Lalu setelah beberapa lama membahas mengenai tulisanku, aku pun pamit pada mereka untuk ke kantor tata usaha. Sebab proses belajar mengajar sebentar lagi akan dimulai.


"Kalau gitu saya permisi dulu ya!"


"Iya, Pak!" jawab mereka dengan kompak.

*

Saat ini aku tengah menyelesaikan tugasku di bagian administrasi. Namun, ketika aku sedang fokus dengan pekerjaanku, tiba-tiba wakil kurikulum memanggilku.


"Ada apa, Bu?" tanyaku keheranan. Sebab, tak biasanya dia memanggilku. Jika ada apa-apa, biasanya aku hanya berhadapan langsung dengan Kepala Tata Usaha saja.


"Bukan saya yang ada urusan sama kamu, Hayr. Tapi bapak kepala sekolah. Beliau katanya ingin bertemu dengan kamu," ujar ibu wakil kurikulum itu hingga membuatku sedikit terkejut.


Banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Untuk apa kepala sekolah ingin bertemu denganku? Apa aku akan dipecat? Apa aku melakukan kesalahan?


Berbagai pertanyaan itu bersarang di kepalaku. Namun, mau tak mau aku memberanikan diri mengetuk ruangan bertuliskan Ruangan Kepala Sekolah.


Baru selesai aku ketuk, terdengar instruksi dari dalam yang menyuruhku untuk masuk.


"Permisi, Pak," ucapku dengan sopan.


"Silakan duduk, Pak Hayr," ucapnya.


"Terima kasih, Pak. Kalau boleh tahu, saya dipanggil ke sini buat apa ya, Pak?" tanyaku dengan hati-hati.


"Jadi begini, saya mendapat informasi jika Pak Zuhayr ini mempunyai sebuah blog. Apa benar begitu?" 

"Iya, Pak," jawabku.


Ah, aku sedikit lega. Ternyata beliau hanya membahas tentang blog yang aku punya. Padahal pikiran negatif sudah sedari tadi menghantuiku.


"Kalau boleh tahu, sudah sejak kapan Pak Zuhayr menulis di sana?"


"Saya sudah menulis sekitar tiga bulan di sana, Pak. Kalau boleh tahu, bapak tahu dari mana jika saya memiliki blog?"

Posting Komentar